1.
Pentingnya pemilihan lokasi dalam perusahaan
Untuk
menjalankan kegiatan usaha diperlukan tempat usaha yang dikenal dengan lokasi.
Lokasi ini penting baik sebagai tempat
menjalankan aktivitas yang melayani konsumen (nasabah/pelanggan, aktivitas
produksi, aktivitas penyimpanan, ataupun untuk mengendalikan kegiatan
perusahaan secara keseluruhan.
Lokasi
merupakan tempat melayani konsumen, dapat pula diartikan sebagai tempat untuk
memajangkan barang-barang dagangannya. Konsumen dapat melihat langsung barang
yang diproduksi atau jenis dijual baik jenis, jumlah maupun harganya. Dengan
demikian, konsumen dapat lebih mudah memilih dan bertransaksi atau melakukan
pembelanjaan terhadap produk yang ditawarkan secara langsung.
Sebagai
tempat produksi, lokasi digunakan untuk memproduksi atau menghasilkan produk
baik barang ataupun jasa. Lokasi ini kita kenal dengan nama pabrik. Dalam
lokasi ini aktivitasnya jelas, mulai dari proses kedatangan bahan baku,
pengolahan, sampai dengan pengiriman ke konsumen atau ke gudang.
Sebagai
tempat mengendalikan aktivitas perusahaan, lokasi juga berfungsi sebagai tempat
pertemuan antara berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Lokasi
ini kita kenal dengan nama kantor pusat. Kantor pusat digunakan sebagai tempat
membuat perencanaan untuk berbagai kegiatan, melakukan pengendalian atau
pengontrolan terhadap semua aktivitas usaha, serta membuat laporan usaha kepada
berbagai pihak. Kantor pusat juga memiliki wewenang untuk memutuskan sesuatu
yang memiliki nilai strategis.
Lokasi untuk
menyimpan barang, jasa atau sebagai tempat untuk menyimpan hasil usaha dikenal
dengan nama gudang. Gudang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan bahan baku,
barang setengah jadi, atau barang jadi.
Beragam
lokasi yang dapat dimiliki perusahaan disesuaikan pula dengan kebutuhan
perusahaan. Pendirian suatu lokasi harus memikirkan nilai pentingnya karena
akan menimbulkan biaya bagi perusahaan. Penentuan suatu lokasi juga harus tepat sasaran karena lokasi
yang tepat akan memberikan berbagai keuntungan bagi perusahaan, baik dari segi
finansial maupun nonfinansial.
2. Keuntungan berperilaku jujur
dalam berusaha
Dalam
berusaha tentunya kita harus bersikap jujur, tapi seringkali kita menutupi
kejujuran itu hanya untuk keuntungan yang tak seberapa. Padahal dengan sikap
jujur kita akan mendapat keuntungan yang lebih seperti firman allah berikut “Tetapi jikalau mereka berlaku jujur pada
Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS.
Muhammad: 21)
Dari kutipan tersebut tentu kita dapat mengambil
maknanya bahwa kejujuran adalah suatu kunci dalam kesuksesan.
Dalam dunia usaha
kejujuran akan meningkatkan pelanggan karena sudah terpercaya dan membangun kepercayaan
itu tidaklah mudah, dan insaallah usaha kita diberkahi oleh allah swt.
3.
Contoh pelanggaran etika bisnis
a.
Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum
Sebuah perusahaan X karena kondisi
perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada
karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan tidak memberikan
pesangon sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang tentang Ketenagakerjaan.
Dalam kasus ini perusahaan X dapat dikatakan melanggar prinsip kepatuhan
terhadap hukum.
b.
Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
Yayasan X menyelenggarakan
pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya
sebesar Rp.500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini sama sekali
tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar, sehingga setelah
diterima mau tidak mau para siswa baru harus membayar.
Disamping itu tidak ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid. Setelah didesak oleh banyak pihak, barulah pihak yayasan memberikan informasi bahwa uang itu dipergunakan untuk pembelian seragama guru. Dalam kasus ini, Yayasan X dan sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi.
Disamping itu tidak ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid. Setelah didesak oleh banyak pihak, barulah pihak yayasan memberikan informasi bahwa uang itu dipergunakan untuk pembelian seragama guru. Dalam kasus ini, Yayasan X dan sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi.
c.
Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
Sebuah Rumah Sakit Swasta melalui
pihak pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS
secara otomotais dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan
di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut
pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga segala
hak dan kewajiban, dia berhubungan dengan pengelola bukan pengurus. Pihak
pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan
tersebut. Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri.
Dari kasus ini, RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit.
Dari kasus ini, RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit.
d.
Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan PJTKI melakukan
rekruitmen untuk tenaga baby sitter. Dalam pengumuman dan perjanjian dinyatakan
bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan calon TKI setelah 2 bulan mengikuti
training dan dijanjikan akan dikirim ke negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan
tersebut menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan pelamar akan
dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan.
Tukiyem seorang warga dari kampung XYZ, terarik dengan tawaran tersebut. Tukiyem langsung mendaftar dan mengeluarkan uang sebesar Rp.7juta untuk biaya administrasi dan pengurusan visa serta paspor. Namun setelah menjalani training selama 2 bulan, Tukiyem tak kunjung diberangkatkan oleh PJTKI. Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI selalu berkilah ada penundaan, begitu seterusnya.
Dari kasus ini, Perusahaan PJTKI tersebut telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak Tukiyem sebagai calon TKI yang seharusnya diberangnkatkan ke negara tujuan untuk bekerja.
Tukiyem seorang warga dari kampung XYZ, terarik dengan tawaran tersebut. Tukiyem langsung mendaftar dan mengeluarkan uang sebesar Rp.7juta untuk biaya administrasi dan pengurusan visa serta paspor. Namun setelah menjalani training selama 2 bulan, Tukiyem tak kunjung diberangkatkan oleh PJTKI. Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI selalu berkilah ada penundaan, begitu seterusnya.
Dari kasus ini, Perusahaan PJTKI tersebut telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak Tukiyem sebagai calon TKI yang seharusnya diberangnkatkan ke negara tujuan untuk bekerja.
e.
Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebuah perusahaan property tidak
memberikan surat ijin membangun rumah dari developer kepada dua orang
konsumennya di kawasan kavling perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen
pertama sudah memenuhi kewajibannya membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan
biaya administrasi lainnya. Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban
membayar kelebihan tanah, karena setiap kali akan membayar pihak developer
selalu menolak dengan alasan belum ada ijin dari pusat perusahaan.
Dikawasan kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi ijin pembangunan rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi ijin dan rumah mereka sudah dibangun semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi konsumen lainnya untuk melakukan penuntutan pemberian ijin pembangunan rumah. Dari kasus ini, perusahaan property tersebut telah melanggar prinsip kewajaran (fairness), karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.
Dikawasan kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi ijin pembangunan rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi ijin dan rumah mereka sudah dibangun semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi konsumen lainnya untuk melakukan penuntutan pemberian ijin pembangunan rumah. Dari kasus ini, perusahaan property tersebut telah melanggar prinsip kewajaran (fairness), karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.
f.
Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebuah perusahaan pengembang membuat
kesepakatan dengan sebuah perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah
perumahan. Sesuai dengan kesepakatan, pihak pengembang memberikan spesifikasi
bangunan kepada kontraktor.
Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah mengalami kerusakan serius.
Dalam kasus ini, pihak perusahaan kontraktor dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang.
Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah mengalami kerusakan serius.
Dalam kasus ini, pihak perusahaan kontraktor dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang.
g. Pelanggaran etika bisnis terhadap
prinsip empati
Seorang nasabah sebut saja X, dari perusahaan pembiayaan
terlambat membayar cicilan mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena anaknya
sedang sakit parah. X sudah memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang
keterlambatannya membayar cicilan mobilnya, namun X tidak mendapatkan jawaban
dari perusahaan pembiayaan tersebut.
Beberapa minggu setelah jatuh tempo, pihak perusahaan langsung mendatangi X untuk menagih cicilan dan mengancam akan mengambil mobil yang masih dikredit tersebut. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan melakukan tekanan psikologis kepada nasabah.
Dalam kasus ini, pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati terhadap nasabah X, karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.
Beberapa minggu setelah jatuh tempo, pihak perusahaan langsung mendatangi X untuk menagih cicilan dan mengancam akan mengambil mobil yang masih dikredit tersebut. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan melakukan tekanan psikologis kepada nasabah.
Dalam kasus ini, pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati terhadap nasabah X, karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.
http://www.uruskon.com/p/7-contoh-pelanggaran-etika-bisnis.html
Comments
Post a Comment